Senin, 18 Juli 2011

"Hari Besok"



Malam sudah larut dan pagi hampir menjelang. Duh, aku belum juga bisa memejamkan mata untuk tidur. Kubalik badanku di atas kasur dengan resah. Ah, pikiranku dari tadi kemana-mana. Banyak sekali yang kupikirkan.

“Besok bagaimana ya hasilnya?” Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di pikiranku, membuat keningku berkerut dan mataku melotot.

“Pekerjaan itu bisa saya dapatkan atau tidak? Bagaimana kalau proposalnya tidak diterima?” lanjutku bertanya dalam pikiranku sendiri.

Hening….. tidak ada jawaban sama sekali. Tapi, apa yang aku harapkan dari pertanyaan pikiranku itu? Jawaban yang saat ini juga? Jawaban yang berkata “Pasti!”? Ataukah aku hanya berpikir yang tidak-tidak?

Sekarang aku melihat dengan jelas gambaran yang terjadi pada siang hari tadi. Kututup mataku, namun gambaran tersebut bukannya hilang, tapi malah semakin jelas.

Jam 13.30.

Aku sudah duduk di salah satu cafe di salah satu mall di pusat Jakarta. Aku ada pertemuan dengan client disini jam 2 siang. Namun aku sengaja datang lebih cepat untuk mempersiapkan segala sesuatunya; proposal dan presentasinya. Aku pesan satu gelas kopi untuk mengusir kantukku karena semalaman bekerja keras membuat presentasi yang bagus untuk diperlihatkan kepada client-ku.

“Tuhan tolong aku dalam pertemuan ini.” doaku dalam hati.

Client-ku akhirnya tiba. Seorang pria setengah baya dengan berpakaian kemeja polos berwarna hijau dan dasi yang serasi dipadu dengan celana panjang hitam dan sepatu hitam. Kujabat tangannya dan kupersilahkan duduk. Dia mengambil tempat di sebelahku dan memanggil pelayan untuk memesan minuman.

“Bisa kita mulai sekarang, Pak?” tanyaku dan diikuti dengan anggukan kepala client-ku.

Kusodorkan proposal yang sudah kujilid dengan rapi. Ia melihat-lihat proposalku dan mempelajari dengan seksama. Aku juga mempresentasikan materi yang ada di dalam proposal melalui laptop-ku disertai dengan penjelasan-penjelasan yang lebih mendetil dan tidak ada di dalam proposal. Tegang juga sih aku menjelaskannya, takut ada salah kata yang bisa saja menjatuhkan brand yang aku tawarkan.

“Ada pertanyaan, Pak?” Aku coba mengajukan pertanyaan ini walaupun dengan sedikit ragu, takut apabila pertanyaannya tidak bisa aku jawab.

“Tidak, terima kasih. Anda sudah menjelaskan dengan sangat baik.” jawabnya sedikit melegakanku. Kuulas senyumku dan dibalas dengan senyuman pula.

“Maaf, saya ada pertemuan lagi dengan orang lain. Proposal ini akan saya ajukan kepada atasan saya hari ini juga. Besok akan saya kabari Anda untuk hasilnya.” katanya sembari berdiri dari tempat duduknya. Aku ikut berdiri dan kami saling berjabat tangan dan mengucapkan salam perpisahan.

Kubuka mataku, gambaran pertemuanku dengan client-ku akhirnya sirna, yang tersisa hanya pertanyaan yang sama. “Besok bagaimana ya hasilnya?” “Pekerjaan itu bisa saya dapatkan atau tidak? Bagaimana kalau proposalnya tidak diterima?”

Aku paksa badanku untuk bangun dari tempat tidur. Aku nyalakan lampu kamarku dan kembali duduk di pinggir kasur. Kulayangkan pandanganku ke sekeliling kamar dan akhirnya mataku tertuju kepada sebuah buku yang ada di nakasku. Buku yang selama ini menuntun aku kepada jalan kebenaran Tuhan, Buku yang isinya selalu memberikan kekuatan kepadaku, Buku yang senantiasa menegur aku bila aku sudah salah melangkah, dan Buku itu pula yang membawa aku mengenal siapa Tuhanku dan diriku sendiri. Ya, itulah Alkitab. Kuambil Alkitabku, kubuka pelan-pelan; kitab demi kitab, pasal demi pasal, ayat demi ayat.

“Tuhan, apa yang ingin Engkau sampaikan kepadaku saat ini?”

Mataku tertuju kepada satu ayat yang berbunyi:

“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” Matius 6:34

Aku tertegun dan kubaca berulang kali ayat tersebut. Aku perkatakan kata-kata tersebut dengan mulutku sampai telingaku mendengar dan masuk kedalam hati serta pikiranku.

Sekarang aku tahu, aku terlalu kuatir akan hari besok. Padahal hari besok tidak pernah aku tahu, hanya Tuhan yang tahu. Ayat ini membuatku sadar agar aku tidak terlalu memikirkan hari besok, karena hari besok memiliki kesusahannya sendiri. Bukan berarti hari besok aku akan susah, namun hari besok akan ada hal-hal yang harus aku hadapi yang berbeda dari hari kemarin. Entahlah itu baik atau buruk, aku hanya bisa berharap kepada Tuhan yang terbaik.

Sekarang aku sudah mulai tenang. Pikiranku tidak bertanya-tanya lagi. Didalam pikiran dan hatiku sekarnag hanya ada perkataan Tuhan yang baru aku baca. Kuulas sebuah senyum yang berasal dari hati yang damai sambil kuletakkan kembali Alkitabku ke atas nakas. Kulipat tanganku, kututup mataku dan mulai berdoa.

“Tuhan, terima kasih untuk Firman Tuhan yang Engkau berikan kepadaku. Terima kasih karena Engkau sudah membuatku tenang dan damai. Aku tidak akan kuatir lagi akan hari besok. Hari besok Engkau yang pegang. Hanya, berikan aku kekuatan untuk menjalani hari besok dengan penuh harapan kepada-Mu. Sekali lagi, terima kasih Tuhan. Amin.”

Kubuka mataku, aku matikan lampu kamar dan segera membaringkan tubuhku ke atas kasur. Hei, kemana segala pikiran yang tadi menghantuiku? Aku hanya bisa merasakan damai sekarang. Kupejamkan mataku dan terlelap dengan tenang.

~J~

Jakarta, 03 November 2010 - 01.30 s/d 02.30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar